Sastra lisan merupakan bentuk karya sastra yang diwariskan secara turun-temurun melalui ucapan, bukan tulisan. Ia hidup dalam masyarakat melalui tradisi bercerita, menyanyi, berpantun, hingga melantunkan mantra. Keberadaan sastra lisan menjadi cermin dari budaya lokal dan cara pandang masyarakat terhadap kehidupan, alam, serta hubungan antarmanusia. Karena dituturkan secara lisan, bentuk dan isinya sering kali berubah tergantung pada siapa yang menyampaikannya dan dalam konteks apa ia disampaikan.
Jenis-jenis sastra lisan sangat beragam, tergantung dari budaya tiap daerah. Beberapa contohnya adalah mitos, legenda, dongeng, fabel, pantun, gurindam, peribahasa, hingga tembang tradisional. Di Jawa, dikenal tembang macapat yang sarat nilai filosofis. Di Sumatra, ada pantun yang digunakan dalam acara adat. Mantra juga termasuk dalam sastra lisan, biasanya digunakan dalam kegiatan sakral atau pengobatan tradisional. Semua jenis tersebut memiliki fungsi dan makna yang mendalam dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu ciri khas utama dari sastra lisan adalah sifatnya yang komunal dan fleksibel. Komunal karena karya tersebut dimiliki bersama oleh masyarakat, dan fleksibel karena cerita atau teksnya dapat berubah sesuai dengan kreativitas sang pencerita. Penyampaian sastra lisan juga sangat bergantung pada daya ingat, intonasi suara, dan gaya tutur pencerita, sehingga menimbulkan kesan hidup dan menarik bagi para pendengarnya.
Fungsi sastra lisan tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan dan pelestarian budaya. Melalui cerita rakyat, peribahasa, atau pantun, nilai-nilai moral dan norma sosial disampaikan secara halus dan menyenangkan. Sastra lisan juga berperan penting dalam upacara adat, penguatan identitas budaya, dan mempererat hubungan sosial antarkelompok dalam masyarakat. Ia menjadi jembatan antar generasi untuk memahami akar dan sejarah mereka.
Sayangnya, di era globalisasi dan digitalisasi saat ini, eksistensi sastra lisan mulai terpinggirkan. Generasi muda lebih tertarik pada hiburan modern dan sering kali mengabaikan kekayaan tradisional. Jika tidak ada upaya pelestarian, maka sastra lisan berisiko punah dan dilupakan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan dokumentasi, pengajaran melalui pendidikan formal dan informal, serta memanfaatkan media digital untuk memperkenalkan kembali sastra lisan kepada generasi masa kini.
Melestarikan sastra lisan bukan sekadar menjaga cerita atau ungkapan kuno, melainkan menjaga identitas, nilai, dan warisan budaya bangsa. Sastra lisan adalah harta karun tak ternilai yang menunjukkan kekayaan pemikiran dan perasaan masyarakat masa lalu. Dengan memahami dan melestarikannya, kita tidak hanya belajar tentang sejarah, tetapi juga membentuk jati diri yang lebih kuat sebagai bangsa yang kaya akan budaya.