London (ANTARA) - Sektor manufaktur Inggris kembali mengalami penurunan pada Agustus 2025 setelah tiga bulan menunjukkan peningkatan moderat, seiring perusahaan-perusahaan menghadapi tekanan ganda berupa kenaikan biaya dan melemahnya permintaan.
Data yang diterbitkan oleh S&P Global menunjukkan indeks manajer pembelian (purchasing managers' index/PMI) untuk sektor manufaktur turun menjadi 47 pada Agustus dari 48 pada Juli, menandakan kontraksi selama 11 bulan berturut-turut. Rob Dobson, Direktur S&P Global Market Intelligence, mengatakan bahwa permintaan baik di dalam maupun luar negeri mengalami penurunan dengan laju tercepat dalam hampir dua tahun terakhir.
Konfederasi Industri Inggris (Confederation of British Industry/CBI) melaporkan bahwa total pesanan pada Agustus lebih lemah dibanding Juli dan jauh di bawah rata-rata jangka panjang. Permintaan ekspor juga mengalami penurunan yang lebih tajam dibanding bulan sebelumnya. Survei CBI terhadap 311 perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa output turun pada 14 dari 17 subsektor dalam tiga bulan terakhir, dengan sektor kimia, kertas, percetakan, dan logam menjadi yang paling terdampak.
Pada saat yang sama, biaya input terus meningkat. Kenaikan upah minimum dan kontribusi Asuransi Nasional pemberi kerja yang lebih tinggi mendorong indeks biaya input naik menjadi 57,7 pada Agustus dari 57,0 pada Juli.
"Perusahaan manufaktur terpaksa menanggung biaya tambahan alih-alih menaikkan harga," ujar Mike Thornton, kepala divisi industri di RSM, sebuah firma audit. "Dipadukan dengan biaya energi dan tenaga kerja yang lebih tinggi, margin keuntungan semakin kecil."
Dengan margin keuntungan yang menyusut dan permintaan yang lemah, banyak perusahaan manufaktur memilih untuk mengurangi skala produksi.
Industri otomotif mencerminkan tantangan-tantangan ini. Penjualan mobil dalam negeri turun 14 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juli, sementara ekspor merosot sebesar 9,9 persen, menurut Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT).
Mike Hawes, kepala eksekutif SMMT, mengatakan bahwa lemahnya keyakinan konsumen dan gangguan perdagangan global menyebabkan industri tetap tidak stabil, meskipun produksi mengalami kenaikan tipis secara bulanan (month on month).
Ekspor ke Amerika Serikat (AS) juga mengalami penurunan tajam. Kantor Statistik Nasional (Office for National Statistics/ONS) Inggris melaporkan bahwa ekspor barang Inggris ke AS turun sebesar 700 juta poundsterling (1 poundsterling = Rp22.005) pada Juni, turun 14,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya, menandai penurunan paling tajam sejak Februari 2022.
Tekanan biaya diperkirakan tidak akan mereda dalam waktu dekat. Kenaikan pajak tahun lalu menambah beban biaya bagi dunia usaha, namun sedikit meningkatkan kondisi keuangan pemerintah, yang tetap berada di bawah tekanan di tengah meningkatnya belanja publik. Perusahaan manufaktur kini khawatir akan adanya beban pajak tambahan dalam anggaran musim gugur mendatang.
Para analis memperkirakan sektor manufaktur Inggris akan tetap berada dalam kondisi kontraksi dalam waktu dekat. "Permintaan yang lemah, gesekan perdagangan, dan meningkatnya ketidakpastian kebijakan terus menjadi tantangan bagi perusahaan manufaktur," papar Ben Jones, ekonom utama CBI.
"Anggaran musim gugur akan menjadi krusial untuk memulihkan keyakinan bisnis. Pemerintah harus memberikan kepastian terkait pajak korporat, mempercepat strategi industri dan infrastruktur, serta memperluas dukungan untuk mengatasi harga-harga energi yang tidak kompetitif," katanya.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.