
Lembaga riset ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai sepuluh pejabat di kabinet Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki kinerja terburuk dan layak untuk dirombak (reshuffle). Penilaian ini berdasarkan survei yang melibatkan sejumlah pakar dan ahli kebijakan publik terhadap kinerja para menteri serta kepala badan selama satu tahun pemerintahan berjalan.
Dalam survei Celios, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahli Lahadalia menempati posisi pertama dengan nilai terendah, yakni -151 poin. Di urutan kedua terdapat Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dengan -81 poin, disusul oleh Menteri Hukum dan HAM Natalius Pigai dengan -79 poin.
Berikut lima pejabat lain yang juga masuk dalam daftar “rapor merah” Celios:
- Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (-56 poin)
- Menteri Kebudayaan Fadli Zon (-36 poin)
- Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana (-34 poin)
- Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (-22 poin)
- Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko (-14 poin)
- Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto (-10 poin)
- Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid (-7 poin)
“Menteri-menteri dengan kinerja buruk harus di-reshuffle berdasarkan penilaian ahli,” ujar Muhammad Saleh, Peneliti Celios, dalam peluncuran Rapor Kinerja Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran yang digelar secara daring, Minggu (19/10).
Saleh menilai kinerja pemerintahan selama satu tahun terakhir justru mengalami penurunan, baik dari sisi efektivitas kebijakan maupun tingkat kepercayaan publik. Ia menekankan perlunya refleksi dan evaluasi menyeluruh agar pemerintahan mampu memperbaiki legitimasi politiknya.
“Jika tidak ada perubahan, kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap legitimasi pemerintah ke depan,” tegasnya.
Efektivitas Pemerintahan Dipertaruhkan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menegaskan bahwa mempertahankan pejabat dengan kinerja buruk dapat menghambat efektivitas pemerintahan.
“Kondisi ini bukan hanya berdampak pada kinerja birokrasi, tetapi juga dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujarnya.
Ia mencontohkan, kebijakan yang tidak tepat dapat memicu kenaikan harga pangan, melemahkan perdagangan, serta menyebabkan sektor pendidikan stagnan akibat pengelolaan anggaran yang tidak efisien. Media juga mengingatkan potensi kerusakan citra politik jika reshuffle tidak dilakukan karena faktor balas jasa politik.
“Kalau memang ada reshuffle, harus dilakukan. Publik sudah memberi pesan jelas terkait menteri yang berkinerja buruk,” pungkasnya.
Metodologi Survei Celios
Celios menegaskan survei ini dilakukan dengan metodologi akademik yang transparan dan kredibel. Penelitian melibatkan dua kelompok analisis: pakar (ekspert) dan masyarakat umum.
Sebanyak 120 jurnalis dari 60 lembaga pers nasional menjadi responden penting karena dianggap paling aktif mengikuti dinamika pemerintahan. Pengumpulan data dilakukan pada akhir September hingga 13 Oktober 2025.
Selain itu, Celios juga menggelar survei kuantitatif dengan 1.338 responden dari berbagai wilayah, pedesaan, pinggiran kota, hingga perkotaan,untuk menggali pandangan publik mengenai kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah.