SUCIWATI sempat gamang melepaskan suaminya, Munir Said Thalib, pergi melanjutkan pendidikan ke Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Satu hari sebelum pemberangkatan, istri dari aktivis hak asasi manusia itu mendapatkan sebuah panggilan telepon dari orang yang mengenalkan dirinya sebagai Polly, pegawai penerbangan Garuda, dan teman dekat Munir.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Pria tersebut belakangan diketahui bernama Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly menanyakan jadwal keberangkatan Munir. "Orang aneh itu," ucap Suci menirukan jawaban Munir ketika ia mengadukan panggilan tersebut.
Suci mengaku sempat merasa galau dan tidak karuan usai bercakap singkat dengan Polly. Namun, Munir memintanya untuk tidak menganggap serius panggilan tersebut. Menurut Munir, Polly memang kerap bersikap tidak jelas dan sok akrab.
Hari-hari menjelang perpisahan, Suci melanjutkan, baik dirinya maupun Munir memang sering diliputi perasaan tidak karuan karena harus berjauhan untuk waktu yang cukup lama. Dalam perjalanan menuju bandara, Munir bahkan sempat ingin membatalkan kepergiannya. "Aduh balik saja deh, kayanya enggak mampu harus berjauhan," kata Suci menirukan ucapan Munir kala itu.
Namun Suci memberikan pertimbangan bahwa kalau kesempatan ini dibatalkan, artinya Munir tidak akan pernah bisa melanjutkan pendidikan lagi. Sebab, usia Munir ketika itu sudah mencapai batas maksimal penerima beasiswa yakni 38 tahun. "Kalau aku sih senang-senang saja kalau itu dibatalin," ucap Suci sambil tertawa kepada Tempo pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Malam sebelum Munir berangkat menempuh pendidikan hukum di Utrecht, Belanda, teman-temannya dari jejaring aktivis hak asasi manusia juga sempat menggelar perayaan perpisahan di Hotel Santika, Jakarta. Bhatara Ibnu Reza, junior Munir di Imparsial masih ingat waktu itu Munir sempat meledek cara dia dan Usman Hamid bermain gitar.
Senior yang sering mengajarkannya soal hukum itu pun mengambil alih alat musik itu dan menunjukan gayanya memetik senar. "Terus dia bilang, nih kayak gini nih," kata Bhatara. "Kami ketawa-ketawa saja," tuturnya lagi mengenang momen terakhirnya bersama Munir.
Munir tewas di langit Rumania dalam perjalanannya menunju Bandar Udara Schiphol Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Munir diracun senyawa arsenik yang dilarutkan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, ke dalam jus jeruk yang diminum saat penerbangan.
Polly sempat divonis hukuman 20 tahun penjara, namun ia dibebaskan pada 2018 setelah memperoleh beberapa kali remisi. Dua tahun berselang, Pollycarpus meninggal karena Covid-19. Kendati begitu, kematian advokat yang kerap lantang membela para buruh itu masih menyisakan tanda tanya.
Aktivis HAM menduga pembunuhan Munir dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan melibatkan beberapa figur yang memiliki kedudukan tinggi di negara ini. Deputi V Badan Intelejen Negara (BIN) Muchdi Pr. sempat ditetapkan terdakwa. Namun, belakangan ia diputus bebas.
Di sisi lain, hingga 21 tahun berlalu, laporan Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir yang dibentuk Presiden Bambang Susilo Bambang Yudhoyono pun tak pernah dipublikasikan. Terakhir, ketika para aktivis HAM menagih laporan itu kepada Presiden Joko Widodo 2017 lalu, dokumen tersebut dinyatakan hilang.