
POLEMIK dugaan intimidasi terhadap Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Genta Andalas Universitas Andalas (Unand) menuai sorotan tajam. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengecam dugaan pembungkaman terhadap pers mahasiswa tersebut, sementara pihak kampus menegaskan komitmennya untuk menghormati kebebasan berpendapat dan mendukung proses hukum yang tengah berjalan.
Kasus bermula ketika Genta Andalas memberitakan dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium pada tahun anggaran 2019 senilai Rp3,57 miliar, yang telah menyeret 12 tersangka, termasuk mantan Wakil Rektor I. Publikasi tersebut menuai respons dari sejumlah pejabat kampus.
Berdasarkan informasi yang diterima AJI Padang, Pimpinan Umum Genta Andalas, Zulkifli Ramadhani, dipanggil ke ruang pejabat kemahasiswaan pada Kamis (4/9) siang. Dalam pertemuan itu, pihak kampus disebut mempertanyakan konten berita yang dipublikasikan dan meminta agar postingan diturunkan.
Tidak berhenti di sana, tekanan diduga berlanjut hingga malam. Beberapa pejabat kampus dilaporkan menghubungi awak pers mahasiswa melalui telepon dengan ancaman terkait pendanaan hingga pemanggilan resmi jika berita tidak dihapus. “Ancaman pemanggilan dan ultimatum untuk takedown merupakan bentuk penyensoran tidak langsung yang jelas dilarang undang-undang,” tegas Ketua AJI Padang, Novia Harlina, Jumat (5/9).
AJI Padang menilai tindakan itu melanggar UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjamin kebebasan akademik. AJI menegaskan kampus seharusnya menempuh mekanisme hak jawab atau koreksi bila keberatan dengan pemberitaan, bukan menggunakan relasi kuasa untuk menekan pers mahasiswa.
“Tekanan yang dilakukan pihak kampus secara berulang bukan lagi miskomunikasi, melainkan sistematis,” tambah Novia. Ia juga mengingatkan adanya nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Ditjen Dikti tentang perlindungan aktivitas jurnalistik mahasiswa di perguruan tinggi.
Senada dengan AJI, Kepala Advokasi LBH Padang, Adrizal, menilai dugaan intimidasi ini sebagai bentuk pembungkaman kebebasan sipil di ruang akademik. “Perguruan tinggi seharusnya menjadi ruang lahirnya budaya kritis, bukan malah tempat represi,” ujarnya.
LBH dan AJI Padang pun mendesak Unand menghentikan segala bentuk intimidasi, mematuhi MoU Dewan Pers–Ditjen Dikti, serta mendorong Kemendikbudristek melakukan evaluasi atas praktik kebebasan akademik di perguruan tinggi.
Klarifikasi Universitas Andalas
Menanggapi polemik ini, Universitas Andalas menyatakan tidak pernah mengeluarkan kebijakan atau instruksi resmi untuk melakukan intimidasi maupun permintaan penghapusan berita.
“Sebagai institusi pendidikan tinggi, Unand menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, kebebasan akademik, serta independensi pers mahasiswa. Jika terjadi dinamika komunikasi di lapangan, kami memandangnya sebagai miskomunikasi yang seharusnya bisa diselesaikan dengan dialog,” jelas Sekretaris Universitas Andalas, Aidinil Zetra, dalam keterangan tertulis.
Unand juga menegaskan mendukung proses hukum terkait dugaan korupsi laboratorium yang masih dalam tahap penyidikan. Sesuai asas praduga tak bersalah, semua pihak yang disebut tetap harus diperlakukan tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan.
Selain itu, Unand menyampaikan bahwa momentum ini menjadi dorongan untuk memperkuat tata kelola, meningkatkan transparansi, serta membangun zona integritas di seluruh unit kerja dan fakultas. “Unand percaya integritas dan akuntabilitas adalah prinsip yang tidak bisa ditawar,” tambah Aidinil. (M-1)